Ketahuilah bahwa kita manusia ini pasti akan kembali atau sowan ke hadlirat Ilaahi Robbi dan disana nanti diminta untuk bertanggung jawab tentang perbuatan di dunia. Agar kita bisa mendapat keselamatan disana, kita harus memerlukan banyak pertolongan. Adapun sumbernya pertolongan hanya dari Allah SWT. Adapun Allah SWT. menyebarkan pertolongan dilewatkan beberapa jalur, ada yang lewat Rasul-Nya, para Nabi, para kekasih Allah SWT., guru Mursyid dan ada juga yang lewat sesama orang mu’min terutama teman seperguruan dipangkuan guru Mursyid. Maka dari itu kita perlu sekali memperbanyak teman ketika masih hidup di dunia ini agar banyak jalur yang bisa dilewati oleh pertolongan Allah SWT. yang bisa kita terima sebagaimana sabda Rasulullah SAW. : “Perbanyaklah saudara (teman sesama mu’min) maka sesungguhnya disetiap orang mu’min bisa memberi pertolongan besok di Hari Qiyamat”. H.R. Ibnun Hajar. Adapun kita bisa mendapat syafaa’at (pertologan) dari sesama orang mu’min terutama yang seperguruan di hadapan seorang Mursyid, jika kita memenuhi etika terhadap sesama teman-teman kita. Diantaranya kita harus menaruh rasa simpati kepada mereka, karena mereka sama-sama murid guru kita, sebagaimana kita berteduh dengan orang lain dibawah satu payung jika kita berbuat yang aneh-aneh maka teman kita atau kita sendiri yang kehilangan teduhnya payung.
Prakteknya
berhubungan dengan sesama murid, kita jangan merasa punya kelebihan
diatas
sesama murid, sekalipun terhadap yang lebih muda, bahkan yang lebih
bodoh
kadang diantara kita ada yang merasa lebih dahulu menjadi murid, merasa
lebih
dekat dihadapan guru, dsb. Itu semua mendorong perasaan takabbur tidak
mungkin
mempunyai perasaan tawaadluk, sebab ilmu yang diberikan oleh Allah SWT.
lewat
guru Murdyid, itu bagaikan air, air itu selalu mengalir ketempat yang
lebih
rendah, tidak ada air itu mengalir ketempat yang lebih tinggi, itu
namanya
mudik. Begitu juga ilmu yang manfaat (hikmah) akan diberikan oleh Allah
SWT.
kepada manusia yang hatinya tawaadluk merendah ke sesama murid
sepermursyidan,
kepada orang muslim lain apa lagi tawaadluk kepada Mursyid. Orang yang
takabbur
tehadap sesama atau orang yang lebih tua nasibnya akan sengsara, tidak
akan
mendapat derajat dan tempat yang mulia, seperti nasibnya kelapa, kelapa
itu
yang muda bertempat diatas sedangkan yang tua ditempatkan yang bawah,
baik
didalam janjangan (dompolan kelapa) maupun didalam satu kelapa, yang
bagian
atas lebih tipis (muda / degan) sedang bagian bawah lebih tebal (tua)
karena kuwalat
dengan yang lebih senior, maka nasibnya sengsara, orang memanjat pohon
kelapa
akan mengambil buah kelapa pasti secara kasar, dibabat dengan parang,
setinggi
10 meter langsung dijatuhkan kebawah, ada yang jatuh diatas batu yang
keras,
ada yang lebih keras lagi, lalu disumbat dengan linggis, masih dikeprok
dengan
parang tadi agar pecah, masih diparut, dicepit agar keluar santannya,
ada yang
tambah ujian lagi, dipanasi diatas wajan digoreng, agar menjadi minyak
goreng.
Sudah menjadi santan atau minyak goreng masih belum bisa naik diatas
meja
kecuali mengantarkan pisang, ada yang dibuat kolak (minuman orang puasa)
ada
yang dibuat menggoreng pisang. Santan
atau minyak kelapa bisa naik diatas meja, karena mengantarkan pisang.
Kalau
hanya santan atau minyak kelapa tidak pantas untuk dijadikan hidangan.
Begitu
juga orang yang sombong terhadap sesame murid tidak mungkin akan dapat
derajat
mulia, kecuali sedang mengantarkan syekh atau ustadz. Sebenarnya yang
dimulyakan syekh atau ustadz tetapi karena dia yang mengantarkan maka
dia
mendapat keramat gandul dari kemulyaan syekh atau ustadz bukan kemulyaan
sendiri. Adapun orang yang tawaadluk kepada sesama dia bagaikan buah
semangka
dilihat dari pohonnya saja selalu merambat mepet diatas tanah tidak
seperti
pohon kelapa buahnya lebih senang kalau ditutup dengan damen (tangkainya
padi)
apa lagi kalau ditanam dibawah tanah semakin tua semakin manis rasanya
akhirnya
akan mendapat kemulyaan yang luar biasa buktinya : orang yang memetik
buah
semangka pasti berpenampilan sopan begitu memetik, langsung mengusap
memakai
telapak tangan. Satu persatu dipondong untuk dipindahkan ketempat yang
disediakan dari sawah naik diatas pikup dari pikup naik diatas tuk
sampai turun
ketempat pemasaran penjual buah semangka tidak ada yang melemparkan
seperti
buah kelapa sebab kalau dilempar-lemparkan akan pecah-pecah semua
pembelinya
saja orang yang naik mobil tidak sama dengan pembeli kelapa setelah
sampai
dirumah pembeli buah semangka langsung dipecah memakai pisau yang tipis
dan
tajam tidak memakai parang seperti memecah kelapa, setelah dipecah
tipis-tipis
memaki pisau yang tajam lansung berani naik tahta diatas meja untuk
hidangan
tanpa diantarkan oleh minyak kelapa dan tidak mengantarkan apa-apa.
Kesimpulan
barang siapa yang sombong kepada sesama tidak akan mendapatkan derajat
yang
mulya kecuali keramat gandul dengan orang lain seperti kelapa dan barang
siapa yang
tawaadluk akan mendapatkan derajat yang mulya tidak usah menunggu
keramat
gandul dari orang lain seperti buah kelapa sesuai denagan sabda nabi
SAW. :
“Barang siapa yang takabbur akan dijatuhkan derajatnya oleh Allah SWT
dan
barang siapa yang tawaadluk akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT.
Dan
firman Allah SWT. yang artinya : “wahai orang-orang yang beriman jangan
meremehkan suatu kaum terhadap kaum yang lain”. Kadang-kadang kaum yang
diremehkan dihadapan Allah SWT. lebih baik, ada lagi yang lebih mulya,
ada lagi
yang diberi keberhasilan sama halnya kelompok satu dengan yang lain atau
secara
individu dari anggota kelompok. Mudah-mudahan kita termasuk golongan
semangka
tidak menjadi kelapa.
0 komentar:
Posting Komentar